Rabu, 06 Juni 2012

Antisipasi Defek Moral Terhadap Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn Dalam Pengembangan Moral Pancasila Yang Baik


BAB 1
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
            Kondisi moral bangsa Indonesia saat ini sudah mulai menghawatirkan. Banyak para remaja kita yang sebenarnya berfungsi sebagai tiang bangsa sudah mulai melupakan pentingnya moral dan justru malah kondisi moral mereka sudah mulai rusak. Mereka sudah mulai melupakan nilai,norma dan etika yang seharusnya benar-benar mereka jaga dan mereka pupuk.Kerusakan moral bangsa Indonesia bukan semata-mata salah pemerintah yang terlihat tidak memperdulikan masalah itu. Seolah-olah pemerintah hanya terfokus dalam menaikan mutu pendidikan melalui perbaikan-perbaikan standar nilai tidak melihat bagaimana kondisi moral peserta didik. Karena sesungguhnya tidak hanya intelektual saja yang harus dikembangkan namun moral juga harus ikut berkembang.
            Instansi sekolah seakan-akan hanya sebagai suatu hiasan saja, tidak ada sesuatu yang dihasilkan dari sekolah yang seharusnya sekolah juga turut serta dalam membentuk moral-moral anak didik yang selanjutnya akan menjadi generasi penerus bangsa.Tidaklah terlalu naif jika kita mengatakan bahwa pendidikan kita (Indonesia) adalah faktor utama dari keterpurukan moralitas. Harus diakui bahwa selama ini sistem pendidikan kita, khususnya pendidikan agama, masih sangat sedikit mengajarkan akhlak atau moralitas, atau hal tersebut hanya diajarkan sebagai sebuah wacana dan teori tanpa banyak menyentuh aspek afektif dan psikomotor. Bahkan tak jarang pendidikan kita minus keteladanan.
            Pendidikan Indonesia saat ini merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah  Indonesia selama ini. Mulai dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. PendidikanIndonesiamasih mementingkan pendidikan yang bersifat dan berideologi materialisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini memang secara teoritis tidak nampak, akan tetapi secara praktis merupakan realitas yang tidak dapat dibantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan semua bernilai materi telah merusak di segala sendi sistem pendidikan Indonesia, termasuk pendidikan PPKn. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
            Akumulasi dari problem pendidikan yang tersebut diatas adalah, seringkali kita menyaksikan, mendengarkan, melihat atau bahkan melakukan perilaku-perilaku yang tidak bermoral. Misal, pencurian, pembunuhan, peemerkosaan, menjual diri (PSK), KKN, dan sejenisnya yang tiap harinya masih menempati tempat utama dimedia elektronik, media masa, dengan jumlah yang paling banyak.
            Sebagai calon Guru PPKn kita harus memberi contoh tentang perilaku moral yang baik sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, dari pemaparan latar belakang diatas maka akan dibahas tentang “Antisipasi Defek Moral Terhadap Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn Dalam Pengembangan Moral Pancasila Yang Baik”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Defek Moral ?
2.      Bagaimana kriteria calon guru PPKn dalam pengembangan moral pancasila yang baik?
3.      Bagaimana cara mengantisipasi defek moral terhadap Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik?
C.     Tujuan penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari defek moral
2.      Untuk mengetahui kriteria calon guru PPKn dalam pengembangan moral Pancasila yang baik
3.      Untuk mengerahui cara mengantisipasi defek moral terhadap Penentuan Kriteria alon Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Defek Moral
            Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat dan kurang. Adapun Defisien/defek moral adalah kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat), selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti social; namun tanpa penyimpangan atau gangguan organic pada fungsi inteleknya, hanya saja inteleknya tidak berfungsi, sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis.Sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas. Moralitas diartikan sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriyah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kejiwaan dan tanggung jawab dan bukan untuk mecari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
            Pribadinya cenderung psikotis dan mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan. Sikap orang-orang yang defek mentalnya ialah dingin, beku, tanpa afeksi. Emosinya steril terhadap sesama manusia; munafik, jahat, sangat egoistis, self-centered, tidak menghargai orang lain. Tingkah-lakunya selalu salah dan jahat (misconduct); sering melakukan kekerasan, kejahatan, penyerangan. la selalu melanggar hukum, norma dan standar sosial.Kelemahannya terutama ialah ketidakmampuannya untuk mengenali, memahami, mengendalikan dan melakukan regulasi terhadap emosi-emosi, impuls-impuls dan tingkahlaku sendiri. Mereka itu tidak bisa dipercaya. Kualitas mental mereka pada umumnya rendah.Pembentukan egonya sangat lemah, sehingga dorongan-dorongan instinktif yang primer selalu meledak-ledak tidak terkendali. Impuls-impulsnya tetap ada pada tingkat primitif. la tidak bisa mengontrol diri, disertai agresivitas yang meledak-ledak dan rasa permusuhan terhadap siapa pun juga.Di antara penjahat-penjahat habitual dan recidivist yang defek moralnya itu, menurut statistik, lebih kurang 82% disebabkan oleh konstitusi disposisional dan perkembangan mental yang salah. Sedang lebih kurang 18% dari mereka menjadi penjahat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Yang termasuk dalam kelompok defek moral ini ialah anak-anak bubrah dan anak-anak delinkuen (juvenile delinquency).
B.     Kriteria calon guru PPKn dalam pengembangan moral pancasila yang baik
            Guru PPKn sebagai suatu jabatan yang profesional seharusnya tidak dapat dipegang oleh sembarangan orang, sehingga hanya orang-orang tertentu yang memilki syarat yaitu mempunyai etika, moral yang baik,. Guru PPKn tidak lah sama dengan guru bidang studi yang lainnya, karena Calon Guru PPKn mempunyai beberapa kriteria yaitu :
a.       Mempunyai keyakinan terhadap kebenaran Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar NKRI
b.      Dapat mengembangkan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari
c.       Mempunyai kesadaran akan hak dan kewajiban , taat terhadap peraturan yang berlaku dan memilki budi pekerti yang luhur
d.      Mengetahui pengetahuan yang benar mengenai Pancasila,  UUD 1945, dan GBHN
            Kriteria calon guru PPKn dalam pengembangan moral pancasila yang baik sangat meentukan dalam pembentukan kepribadian bangsa, hal ini sangat penting mengingat siswa adalah generasi muda yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa. Meningkatnya ketertiban, kedisiplinan dan sikap kesopanan siswa pada umumnya menunjukkan keberhasilan dalam upaya tersebut.
C.     Cara mengantisipasi defek moral terhadap Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik
            Sebagai calon guru PPKn tentunya kita harus mampu mengantisipasi defek moral yang mampu menggangu pengembangan moral Pancasila. Cara yang dapat kita tempuh yaitu dengan Pemberian pendidikan moral.
a.       Pendidikan moral dapat dilakukan dengan memantapkan pelaksanaan pendidikan PPKn. Karena nilai-nilai dan ajaran PPKn pada akhirnya ditujukan untuk membentuk moral yang baik.
b.      Pendidikan moral dapat dilakukan dengan pendekatan yang bersifat integrated, yaitu dengan melibatkan seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Pendidikan moral bukan hanya terdapat dalam pendidikan agama saja, melainkan juga terdapat pada pelajaran bahasa, matematika, fisika, biologi, sejarah dan sebagainya.
c.       Sejalan dengan cara yang kedua tersebut di atas, pendidikan moral harus melibatkan seluruh guru. Pendidikan moral bukan hanya menjadi tanggung jawab guru PPKn seperti yang selama ini ditentukan, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh guru.
d.      Pendidikan moral harus didukung oleh kemauan, kerjasama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah harus meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya, dengan meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, teladan dan pembiasaan yang baik. Sekolah juga harus berupaya menciptakan lingkungan yang bernuansa religius, seperti membiasakan solat berjama’ah, menegakkan disiplin dalam kebersihan, ketertiban, kejujuran, tolong-menolong, sehingga nilai-nilai agama menjadi kebiasaan, tradisi atau budaya seluruh siswa. Kemudian, sikap dan perilaku guru yang kurang dapat diteladani atau menyimpang hendaknya tidak segan-segan diambil tindakan. Sementara itu, masyarakat juga harus berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan akhlak, seperti membiasakan solat berjama’ah, gotong royong, kerja bakti, memelihara ketertiban dan kebersihan, menjauhi hal-hal yang dapat merusak moral, dan sebagainya.
e.       Pendidikan moral harus menggunakan seluruh kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi modern. Kesempatan berkreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan sebagainya, harus digunakan sebagai peluang untuk membina moral.
f.       Pembinaan moral pada anak bukan dengan cara menyuruh anak menghafalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak kecil. Namun, moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Misalnya, seorang anak dibiasakan makan, minum, tidur, berjalan, berbicara, dan berhubungan dengan orang lain, sesuai ketentuan agama. Selanjutnya dibiasakan juga bersikap jujur, adil, konsekuen, ikhlas, pemaaf, sabar, berbaik sangka dan sebagainya dalam berbagai aspek kehidupan.
            Dengan demikian, pembinaan moral memang sangatlah penting. Pendidikan moral harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan di bidang pendidikan negeri ini. Sehingga, Indonesia tidak hanya mencetak generasi-generasi yang pintar saja, tetapi juga bermoral, beradab dan memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Defek moral adalah kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat), selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti social; namun tanpa penyimpangan atau gangguan organic pada fungsi inteleknya, hanya saja inteleknya tidak berfungsi, sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis. Oleh karena itu sebagai calon guru PPKn untuk mengatasi hal tersebut,  pendidikan moral saat ini menjadi salah satu cara dalam membenahi moral-moral bangsa yang kian rusak setelah dahulu pada waktu orde baru sudah dijadikan alat untuk membentuk moral masyarakat. Keberhasilan pendidikan moral dalam membenahi kerusakan moral tergantung pada pihak-pihak yang menjalankan. Dengan demikian, pembinaan moral memang sangatlah penting. Pendidikan moral harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan di bidang pendidikan negeri ini. Sehingga, Indonesia tidak hanya mencetak generasi-generasi yang pintar saja, tetapi juga bermoral, beradab dan memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini.
B.     Saran
            Sebagai calon guru PPKn segala tingkah laku dan perbuatannya adalah sebagai suri tauladan, maka hendaknya dalam bertingkah laku sehari-hari mampu mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Serta harus ada campur tangan Pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan pendidikan moral sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal. Pengawasan bukan hanya pada pelaksanaan namun pada tenaga pendidik juga apabila terdapat tenaga pengajar yang tidak sesuai dengan pelaksanaan maka herus diberi sanksi yang tegas.

 DAFTAR PUSTAKA

Agust hutabarat, Peran KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. 6 Januari 2009 •
Andi Hamzah, Pemberantasan. Korupsi 2005 buku KPK ‘Mengenali dan Memberantas Korupsi’