BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kondisi
moral bangsa Indonesia saat ini sudah mulai menghawatirkan. Banyak para remaja
kita yang sebenarnya berfungsi sebagai tiang bangsa sudah mulai melupakan
pentingnya moral dan justru malah kondisi moral mereka sudah mulai rusak.
Mereka sudah mulai melupakan nilai,norma dan etika yang seharusnya benar-benar
mereka jaga dan mereka pupuk.Kerusakan moral bangsa Indonesia bukan semata-mata
salah pemerintah yang terlihat tidak memperdulikan masalah itu. Seolah-olah
pemerintah hanya terfokus dalam menaikan mutu pendidikan melalui
perbaikan-perbaikan standar nilai tidak melihat bagaimana kondisi moral peserta
didik. Karena sesungguhnya tidak hanya intelektual saja yang harus dikembangkan
namun moral juga harus ikut berkembang.
Instansi
sekolah seakan-akan hanya sebagai suatu hiasan saja, tidak ada sesuatu yang
dihasilkan dari sekolah yang seharusnya sekolah juga turut serta dalam
membentuk moral-moral anak didik yang selanjutnya akan menjadi generasi penerus
bangsa.Tidaklah
terlalu naif jika kita mengatakan bahwa pendidikan kita (Indonesia) adalah
faktor utama dari keterpurukan moralitas. Harus diakui bahwa selama ini sistem
pendidikan kita, khususnya pendidikan agama, masih sangat sedikit mengajarkan
akhlak atau moralitas, atau hal tersebut hanya diajarkan sebagai sebuah wacana
dan teori tanpa banyak menyentuh aspek afektif dan psikomotor. Bahkan tak
jarang pendidikan kita minus keteladanan.
Pendidikan
Indonesia saat ini merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah Indonesia selama ini. Mulai dari pemerintahan
Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. PendidikanIndonesiamasih mementingkan
pendidikan yang bersifat dan berideologi materialisme-kapitalisme. Ideologi
pendidikan yang demikian ini memang secara teoritis tidak nampak, akan tetapi
secara praktis merupakan realitas yang tidak dapat dibantah lagi. Materialisasi
atau proses menjadikan semua bernilai materi telah merusak di segala sendi
sistem pendidikan Indonesia, termasuk pendidikan PPKn. Sendi-sendi yang dimasuki
bukan hanya dalam materi pelajaran, pendidik, peserta didik, manajemen,
lingkungan, akan tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Jika tujuan
pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang bersifat materi, maka apa yang
diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Akumulasi
dari problem pendidikan yang tersebut diatas adalah, seringkali kita
menyaksikan, mendengarkan, melihat atau bahkan melakukan perilaku-perilaku yang
tidak bermoral. Misal, pencurian, pembunuhan, peemerkosaan, menjual diri (PSK),
KKN, dan sejenisnya yang tiap harinya masih menempati tempat utama dimedia
elektronik, media masa, dengan jumlah yang paling banyak.
Sebagai
calon Guru PPKn kita harus memberi contoh tentang perilaku moral yang baik
sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, dari pemaparan latar belakang diatas
maka akan dibahas tentang “Antisipasi
Defek Moral Terhadap Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn Dalam Pengembangan
Moral Pancasila Yang Baik”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Defek Moral ?
2.
Bagaimana kriteria calon guru PPKn dalam
pengembangan moral pancasila yang baik?
3.
Bagaimana cara mengantisipasi defek
moral terhadap Penentuan Kriteria Calon
Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik?
C. Tujuan
penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian dari defek
moral
2.
Untuk mengetahui kriteria calon guru
PPKn dalam pengembangan moral Pancasila yang baik
3.
Untuk mengerahui cara mengantisipasi
defek moral terhadap Penentuan
Kriteria alon Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Definisi
Defek Moral
Defek
(defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat dan
kurang. Adapun Defisien/defek
moral adalah kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal,
jahat), selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah laku
a-sosial atau anti social; namun tanpa penyimpangan atau gangguan organic pada
fungsi inteleknya, hanya saja inteleknya tidak berfungsi, sehingga terjadi
kebekuan moral yang kronis.Sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas.
Moralitas diartikan sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan
lahiriyah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia
sadar akan kejiwaan dan tanggung jawab dan bukan untuk mecari keuntungan. Jadi
moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Pribadinya
cenderung psikotis dan mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan
relasi kemanusiaan. Sikap orang-orang yang defek mentalnya ialah dingin, beku,
tanpa afeksi. Emosinya steril terhadap sesama manusia; munafik, jahat, sangat
egoistis, self-centered, tidak menghargai orang lain. Tingkah-lakunya selalu
salah dan jahat (misconduct); sering melakukan kekerasan, kejahatan,
penyerangan. la selalu melanggar hukum, norma dan standar sosial.Kelemahannya
terutama ialah ketidakmampuannya untuk mengenali, memahami, mengendalikan dan
melakukan regulasi terhadap emosi-emosi, impuls-impuls dan tingkahlaku sendiri.
Mereka itu tidak bisa dipercaya. Kualitas mental mereka pada umumnya
rendah.Pembentukan egonya sangat lemah, sehingga dorongan-dorongan instinktif
yang primer selalu meledak-ledak tidak terkendali. Impuls-impulsnya tetap ada
pada tingkat primitif. la tidak bisa mengontrol diri, disertai agresivitas yang
meledak-ledak dan rasa permusuhan terhadap siapa pun juga.Di antara penjahat-penjahat
habitual dan recidivist yang defek moralnya itu, menurut statistik, lebih
kurang 82% disebabkan oleh konstitusi disposisional dan perkembangan mental
yang salah. Sedang lebih kurang 18% dari mereka menjadi penjahat disebabkan
oleh faktor-faktor lingkungan. Yang termasuk dalam kelompok defek moral ini
ialah anak-anak bubrah dan anak-anak delinkuen (juvenile delinquency).
B. Kriteria
calon guru PPKn dalam pengembangan moral pancasila yang baik
Guru
PPKn sebagai suatu jabatan yang profesional seharusnya tidak dapat dipegang
oleh sembarangan orang, sehingga hanya orang-orang tertentu yang memilki syarat
yaitu mempunyai etika, moral yang baik,. Guru PPKn tidak lah sama dengan guru
bidang studi yang lainnya, karena Calon Guru PPKn mempunyai beberapa kriteria yaitu
:
a. Mempunyai
keyakinan terhadap kebenaran Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maupun
sebagai dasar NKRI
b. Dapat
mengembangkan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan tingkah laku
sehari-hari
c. Mempunyai
kesadaran akan hak dan kewajiban , taat terhadap peraturan yang berlaku dan
memilki budi pekerti yang luhur
d. Mengetahui
pengetahuan yang benar mengenai Pancasila,
UUD 1945, dan GBHN
Kriteria
calon guru PPKn dalam pengembangan moral pancasila yang baik sangat meentukan
dalam pembentukan kepribadian bangsa, hal ini sangat penting mengingat siswa
adalah generasi muda yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa.
Meningkatnya ketertiban, kedisiplinan dan sikap kesopanan siswa pada umumnya
menunjukkan keberhasilan dalam upaya tersebut.
C. Cara
mengantisipasi defek moral terhadap
Penentuan Kriteria Calon Guru PPKn dalam Pengembangan Moral Pancasila yang baik
Sebagai
calon guru PPKn tentunya kita harus mampu mengantisipasi defek moral yang mampu
menggangu pengembangan moral Pancasila. Cara yang dapat kita tempuh yaitu
dengan Pemberian pendidikan moral.
a. Pendidikan
moral dapat dilakukan dengan memantapkan pelaksanaan pendidikan PPKn. Karena
nilai-nilai dan ajaran PPKn pada akhirnya ditujukan untuk membentuk moral yang
baik.
b. Pendidikan
moral dapat dilakukan dengan pendekatan yang bersifat integrated, yaitu dengan
melibatkan seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Pendidikan moral bukan hanya
terdapat dalam pendidikan agama saja, melainkan juga terdapat pada pelajaran
bahasa, matematika, fisika, biologi, sejarah dan sebagainya.
c. Sejalan
dengan cara yang kedua tersebut di atas, pendidikan moral harus melibatkan
seluruh guru. Pendidikan moral bukan hanya menjadi tanggung jawab guru PPKn
seperti yang selama ini ditentukan, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh
guru.
d. Pendidikan
moral harus didukung oleh kemauan, kerjasama yang kompak dan usaha yang
sungguh-sungguh dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah harus
meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya, dengan meluangkan waktu untuk
memberi bimbingan, teladan dan pembiasaan yang baik. Sekolah juga harus
berupaya menciptakan lingkungan yang bernuansa religius, seperti membiasakan
solat berjama’ah, menegakkan disiplin dalam kebersihan, ketertiban, kejujuran,
tolong-menolong, sehingga nilai-nilai agama menjadi kebiasaan, tradisi atau
budaya seluruh siswa. Kemudian, sikap dan perilaku guru yang kurang dapat
diteladani atau menyimpang hendaknya tidak segan-segan diambil tindakan.
Sementara itu, masyarakat juga harus berupaya menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pembentukan akhlak, seperti membiasakan solat berjama’ah, gotong
royong, kerja bakti, memelihara ketertiban dan kebersihan, menjauhi hal-hal
yang dapat merusak moral, dan sebagainya.
e. Pendidikan
moral harus menggunakan seluruh kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi
modern. Kesempatan berkreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan sebagainya,
harus digunakan sebagai peluang untuk membina moral.
f. Pembinaan
moral pada anak bukan dengan cara menyuruh anak menghafalkan rumusan tentang baik
dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Moral bukanlah suatu pelajaran yang
dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari
sejak kecil. Namun, moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak
sebaliknya. Misalnya, seorang anak dibiasakan makan, minum, tidur, berjalan,
berbicara, dan berhubungan dengan orang lain, sesuai ketentuan agama.
Selanjutnya dibiasakan juga bersikap jujur, adil, konsekuen, ikhlas, pemaaf,
sabar, berbaik sangka dan sebagainya dalam berbagai aspek kehidupan.
Dengan
demikian, pembinaan moral memang sangatlah penting. Pendidikan moral harus
dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan di bidang pendidikan negeri
ini. Sehingga, Indonesia tidak hanya mencetak generasi-generasi yang pintar
saja, tetapi juga bermoral, beradab dan memiliki karakter-karakter yang
dibutuhkan oleh bangsa ini.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Defek moral adalah kondisi
individu yang hidupnya delinquent (nakal, jahat), selalu
melakukan kejahatan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti social; namun tanpa
penyimpangan atau gangguan organic pada fungsi inteleknya, hanya saja
inteleknya tidak berfungsi, sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis. Oleh
karena itu sebagai calon guru PPKn untuk mengatasi hal tersebut, pendidikan moral saat ini menjadi salah satu
cara dalam membenahi moral-moral bangsa yang kian rusak setelah dahulu pada
waktu orde baru sudah dijadikan alat untuk membentuk moral masyarakat.
Keberhasilan pendidikan moral dalam membenahi kerusakan moral tergantung pada
pihak-pihak yang menjalankan. Dengan demikian, pembinaan moral
memang sangatlah penting. Pendidikan moral harus dijadikan salah satu prioritas
dalam pembangunan di bidang pendidikan negeri ini. Sehingga, Indonesia tidak
hanya mencetak generasi-generasi yang pintar saja, tetapi juga bermoral,
beradab dan memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini.
B. Saran
Sebagai
calon guru PPKn segala tingkah laku dan perbuatannya adalah sebagai suri
tauladan, maka hendaknya dalam bertingkah laku sehari-hari mampu mencerminkan
nilai-nilai Pancasila. Serta harus ada campur tangan Pemerintah dalam mengawasi
pelaksanaan pendidikan moral sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.
Pengawasan bukan hanya pada pelaksanaan namun pada tenaga pendidik juga apabila
terdapat tenaga pengajar yang tidak sesuai dengan pelaksanaan maka herus diberi
sanksi yang tegas.
DAFTAR
PUSTAKA
http://pintuonline.com/artikel/pendidikan-dan-moralitas-perspektif-sosiologi.html.
http://www.slideshare.net/AhmadWahyudinRocknRoll/makalah-pendidikan-pancasila
http://indonesiacompanynews.wordpress.com/category/court-mafia/white-collar-crime-corruption/page/8/
Agust hutabarat, Peran KPK dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia. 6 Januari 2009 •
Andi Hamzah, Pemberantasan. Korupsi 2005 buku KPK
‘Mengenali dan Memberantas Korupsi’